Pake emot ga?🧘🏻‍♂️

Sudah satu bulan setengah gue memutuskan untuk menghapus semua media sosial yang menurut gue... nggak terlalu penting. Awalnya sih terasa aneh, kayak kehilangan sesuatu yang selama ini nempel terus di hidup gue. Tapi siapa sangka, ternyata keputusan kecil itu perlahan mengubah banyak hal dalam keseharian gue.

Kerjaan gue mulai terasa lebih fokus dan terarah. Gak ada lagi tuh waktu-waktu kosong yang biasanya habis buat scroll konten gak jelas. Yang ada sekarang, waktu itu terpakai buat hal-hal yang jauh lebih bermakna. Gue jadi lebih sering ngobrol langsung sama orang di sekitar gue—dengar cerita mereka, tukar pikiran, bahkan tertawa bareng tanpa distraksi layar kecil di tangan. Interaksi yang dulunya cuma lewat notifikasi, sekarang berubah jadi tatap muka dan tawa nyata.

Kerennya lagi, kinerja gue pun meningkat. Gak cuma dalam pekerjaan, tapi juga dalam mengatur waktu dan energi. Bahkan, saking pengennya hidup lebih aktif, gue sampai bener-bener singkirin kasur empuk dari kamar. Sekarang tidur ya seperlunya, bangun lebih cepat, dan badan jadi lebih ringan untuk bergerak.

Ternyata, benar ya, Allah gak akan mengubah keadaan suatu kaum sampai mereka sendiri yang mulai mengambil langkah. Ketika kita benar-benar niat buat berubah, semesta kayak ngasih jalan—hal kecil kayak menghapus sosmed bisa jadi awal dari banyak perubahan besar.

Kontak di HP sekarang cuma yang penting aja. Grup-grup nggak jelas udah gue tinggalin. Chat yang nggak produktif? Skip. Gue lebih pilih ngobrol sama orang langsung, atau isi waktu dengan hal-hal yang bikin hati tenang.

Begadang pun sekarang jadi sesuatu yang langka. Kalau dulu jam tidur acak-acakan karena sibuk online sampai tengah malam, sekarang lebih tertata. Aktivitas harian gue padat tapi menyenangkan: kerja, olahraga, cari makan dan minuman enak, dengerin podcast, nonton film, sampai bantu orang lain dan jaga ritme buat sesekali keluar dari rutinitas asrama.

Dan yang bikin gue makin bersyukur: hidup di asrama ini benar-benar berkah. Makan tersedia, fasilitas cukup, dan lingkungan yang positif. Kadang cuma duduk diam pun rasanya dapat pahala—apalagi kalau sambil dengerin santri ngaji, hening tapi penuh makna. Ada kalanya gue merenung, betapa beruntungnya bisa berada di tempat ini, di antara orang-orang hebat yang juga sedang berjuang dengan versi hidup mereka masing-masing.

Masalah hidup? Masalah uang? Yah, itu sih bagian dari perjalanan. Senyumin aja. Percaya deh, kalau kamu terus berusaha dan jaga niat, rezeki itu akan datang dari arah yang gak disangka-sangka. Manusia itu kadang terlalu fokus lihat kekurangan dan kesulitan, padahal seringkali jawabannya sudah ada di sekitarnya—kita cuma perlu sedikit lebih sadar dan sabar.

Kadang gue mikir, sampai kapan gue bisa bertahan di sini? Sampai kapan bisa bareng-bareng dengan manusia-manusia hebat ini? Sampai kapan bisa terus menyiram benih tanaman surga di tempat ini, meski air yang gue punya hanya setetes?

Entahlah. Tapi satu hal yang gue pegang: selama masih diberi waktu, gue mau tetap memberi walau diri ini belum suci. Gue mau terus mengobati walau memar ini terus membiru.

Karena sejatinya hidup bukan soal menjadi sempurna, tapi tentang terus melangkah dan memberi makna. 

Komentar

Postingan Populer