Judul: Tangan Sang Guru

 Judul: Tangan Sang Guru




Malam itu, aku bermimpi. Di sebuah tempat yang mirip aula pengajian, Pak Kyai Syukron Makmun duduk tenang di atas kursi, di depan meja sederhana. Beliau, sosok sepuh yang selama enam tahun membimbing langkahku di pesantren Daarul Rahman—tempat aku tumbuh, jatuh, dan bangkit kembali.

Orang-orang berdatangan. Mereka berbaris rapi, satu per satu berjalan melewati Pak Kyai. Tapi anehnya, tak ada yang menyentuh beliau. Hanya menunduk, lalu berlalu. Seolah ada jarak, atau mungkin rasa segan yang terlalu dalam.

Saat giliranku tiba, entah kenapa aku mengulurkan tangan. Dan tangan beliau menyambutku. Hangat, lembut, penuh wibawa. Sejenak kami saling menatap, lalu aku bicara—tulus dari lubuk hati.

“Semoga Pak Kyai panjang umur... sehat selalu... dan diberi keberkahan dalam rezeki yang lancar.”

Beliau tersenyum. Matanya teduh. Dan beliau mengaminkan doaku dengan lirih tapi penuh makna.

Saat itu, waktu terasa berhenti. Dunia diam. Hanya ada aku dan guruku. Seolah semesta tahu: ini bukan pertemuan biasa. Ini perjumpaan jiwa yang dirawat oleh rasa hormat, rindu, dan cinta kepada sang pembimbing hidup.

Lalu aku terbangun, dengan hati yang hangat. Entah mimpi atau bukan, aku yakin satu hal—beliau selalu hidup dalam doaku.

Komentar

Postingan Populer